Pisang adalah salah satu buah tropis yang sudah populer di masyarakat, potensial dikembangkan di Indonesia. Secara umum produktivitas pisang yang dikembangkan oleh masyarakat masih sangat rendah, seperti di Lampung produktivitas pisang hanya 10-15 ton/ha, padahal potensi produktivitasnya bisa mencapai 35-40 ton/ha (BPPP, 2008). Kesenjangan produktivitas tersebut terutama disebabkan karena tingginya gangguan penyakit terutama oleh serangan penyakit sigatoka.
Bercak daun pisang atau penyakit Sigatoka terjadi di seluruh dunia dan merupakan salah satu penyakit yang paling merusak tanaman pisang. Sigatoka berasal dari nama dataran Pasifik Selatan pulau Fiji dimana penyakit ini pertama kali diamati (Agrios, 2005). Penyebab penyakit ini adalah jamur Mycosphaerella musicola.
Bercak daun ini menyebabkan kerugian pengurangan fungsi permukaan dari tanaman, kematian dini sejumlah besar daun pisang, menyebabkan tandan buah mengecil dengan sedikit sisiran, dan individu buah pisang yang kurang penuh (Luki Rosmahani, 1999).
Tebal epidermis merupakan salah satu pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan, bahkan sebelum pathogen datang dan berkontak dengan tumbuhan (Agrios, 1996). Ketebalan dan kekuatan dinding bagian luar sel-sel epidermis merupakan faktor penting dalam ketahanan beberapa jenis tumbuhan terhadap patogen tertentu (Mariana,2004). Dari beberapa kultivar pisang diharapkan dapat ditemukan kultivar yang tahan terhadap serangan penyakit sigatoka dan terdapat hubungan antara ketebalan lapisan epidermis daun dengan ketahanan tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kultivar pisang yang tahan terhadap infeksi jamur Mycosphaerella musicola.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kelompok kultivar raja dan kapok tahan terhadap serangan penyakit sigatoka.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuann tentang kultivar tanaman pisang yang tahan terhadap serangan penyakit sigatoka yang disebabkan oleh jamur Mycosphaerella musicola.
METODE PENELITIAN
Penelitian diawali dengan uji kultivar di Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang dengan suhu 25-29 0 C. Isolasi jamur M. Musicola dilakukan di laboraturium Penyakit Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dan pembuatan preparat lapisan epidermis dilaksanakan di laboraturium Taksonomi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya.Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan Maret 2014 sampai dengan bulan Juni 2014.
Pelaksanaan Penelitian
Pada persiapan bahan tanam, bibit yang akan ditanam terdiri dari sepuluh kultivar, yaitu: Ambon hijau, Ambon kuning, Barlin, Candi, Kepok, Mas, Raja nangka, Raja talun, Susu, Tanduk yang diulang sebanyak lima kali.
Bibit yang akan ditanam dimasukkan kedalam polybag berukuran 10 kg yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Pengairan dilakukan setiap setiap hari pada waktu pagi atau sore hari sesuai dengan kondisi lingkungan dengan menggunakan gembor.
Setelah proses penanaman selanjutnya inokulasi. Bahan inokulasi adalah daun tanaman pisang Mas yang menunjukkan gejala serangan M. Musicola (gambar 1). Daun dipotong-potong berukuran 1 cm2, dicampurkan dengan air, kemudian disemprotkan pada tanaman uji ketika sore hari.
Pembuatan Preparat Mycosphaerella musicola
Tanaman yang menunjukkan gejala sigatoka diisolasi dengan disterilisasi terlebih dahulu menggunakan Clorox, alkohol 70%, akuades selama satu menit. Kemudian potongan daun ditanam atau diletakkan pada media PDA. Kemudian dipurifikasi untuk mendapatkan biakkan murni dan sporanya.
Selanjutnya pembuatan preparat yaitu dengan mengambil bagian permukaan koloni dengan jarum ose dsertai media yang baru dan ditempatkan dipermukaan gelas objek, ditutup dengan gelas penutup (cover glass). Kemudian diamati dibawah mikroskop berdasarkan kunci identifikasi menurut Barnett and Barry (1992) serta literatur dan didokumentasikan.
Pembuatan Preparat Epidermis
Contoh daun pisang diambil setelah pengamatan intensitas berakhir, yakni dua belas minggu sesudah tanam. Daun yang diambil adalah daun yang sehat. Daun yang dicuci pada air yang mengalir, difiksasi dengan FAA selama 24 jam. FAA merupakan larutan untuk memfiksasi daun yang terdiri dari campuran formaldehid, asam asetat glasial dan alkohol 70% dengan perbandingan (5 : 5 : 90). Fiksasi bertujuan untuk mematikan sel tanaman tanpa merusak struktur jaringan. Setelah difiksasi selama 24 jam, daun dibilas dengan akuades. Kemudian daun dipotong menggunakan mikrotom geser secara melintang, dibilas dengan NaOCl 5% agar jernih, dibilas dengan akuades kembali, digunakan pewarna safranin 0.25%, selanjutnya irisan daun diletakkan di kaca preparat yang telah diberi gliserin 30% lalu ditutup dengan gelas penutup yang bagian tepinya telah diberi cutek. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40 x 10 untuk mengamati parameter tebal kutikula adaksial dan abaksial dan epidermis adaksial dan abaksial (Andini, 2011).
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah :
- masa inkubasi sebagai data pendukung parameter intensitas serangan dalam menentukan ketahanan tanaman;
- intensitas serangan penyakit bercak daun sigatoka untuk menentukan tingkat ketahanan varietas. Nilai intensitas serangan penyakit tiap kultivar digunakan untuk menetukan tingkat ketahanan masingmasing kultivar. Semakin tinggi intensitas serangan bercak daun sigatoka, maka tanaman tersebut semakin kurang tahan terhadap penyakit.
- pengamatan tebal epidermis daun pisang untuk mengetahui perbedaan tebal epidermis daun setiap kultivar pisang serta hubungannya dengan masa inkubasi dan intensitas gejala serangan penyakit bercak daun sigatoka.
Karakteristik jaringan daun yang diamati adalah pada sayatan melintang daun meliputi ketebalan kutikula adaksial dan abaksial dan ketebalan epidermis adaksial dan abaksial. Adaksial merupakan bagian atas dan abaksial adalah bagian bawah dari daun. Perhitungan ketebalan lapisan epidermis dapat dilakukan dengan mengalikan tebal kutikula dan epidermis pada micrometer dengan kalibrasi (1 μm= 0.0025mm).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sepuluh kultivar yang diuji menunjukkan tingkat ketahanan yang berbeda terhadap serangan penyakit bercak daun sigatoka. Kultivar yang sangat tahan terhadap penyakit bercak daun sigatoka yaitu kultivar Kepok dengan intensitas serangan 5.26 % sedangkan kultivar pisang yang rentan yaitu kultivar Mas dengan intensitas serangan 41. 25 %.
Dari hasil uji korelasi terdapat hubungan korelasi sedang antara masa inkubasi dengan intensitas serangan dengan nilai r 0.78 dan antara ketebalan epidermis dengan intensitas serangan dengan nilai r 0.59. Dari uji tersebut dapat disimpulkan masa inkubasi dan tebal lapisan epidermis daun tidak selalu berhubungan dengan intensitas serangan penyakit bercak daun sigatoka. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain yang mempengaruhi ketahanan tanaman pisang, yaitu kondisi lingkungan dan reaksi-reaksi biokimia yang terjadi pada tanaman.